Laman

صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ
Budi Pekerti Yang Paling Tinggi Adalah Rasa Malu Terhadap Diri Sendiri

Mereka yang kembali pada akal pikirannya sendiri..

Salah satu pokok permasalahan dalam dunia Islam adalah orang-orang yang kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing secara otodidak (shahafi) bersandarkan muthola'ah (menelaah kitab) dan umumnya dengan metodologi "terjemahkan saja" yakni memahami dengan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja.

Kalaupun mereka berguru maka para gurunya pun mengambil ilmu dengan akal pikiran masing-masing secara otodidak (shahafi) bersandarkan muthola'ah (menelaah kitab) dan umumnya dengan metodologi "terjemahkan saja" yakni memahami dengan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak disebut ahli hadits?

Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini: “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)

Mereka mengatakan bahwa mereka mengikuti pemahaman Salaful Ummah atau Salafush Sholeh namun pada kenyataannya kita tidak bertemu dengan Salafush Sholeh sehingga mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh.

Pada zaman sekarang ini yang tertinggal adalah lafaz atau nash Al Qur'an dan Hadits ataupun perkataan Salafush Sholeh dalam bahasa Arab yang memahaminya dibutuhkan kompetensi seperti ilmu tata bahasa (grammar) seperti ilmu alat , nahwu, sharaf, balaghah dan lain lain

Para ulama yang sholeh terdahulu kita pada umumnya selalu menekankan penguasaan ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) sebelum mendalami atau "kembali kepada" Al Qur'an dan As Sunnah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mencirikan mereka yang menyebabkan perselisihan karena perbedaan pemahaman yakni ulama bangsa Arab yang hanya berkemampuan berbahasa Arab saja atau “terjemahkan saja”, sebagaimana dalam sabdanya yang artinya

“Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita (bahasa Arab)“. Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?” Nabi menjawab; “Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!” Aku bertanya; “kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?” Nabi menjawab; “hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu” (HR Bukhari 6557, HR Muslim 3434)

Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36: “Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.

Ulama banga Arab tersebut tentu mengerti bahasa Arab namun mereka tidak memperhatikan bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar