Laman

صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ
Budi Pekerti Yang Paling Tinggi Adalah Rasa Malu Terhadap Diri Sendiri

SEPULUH SYARAT PENTING DALAM BER-IJTIHAD



Ijtihad, merupakan suatu pengerahan total seluruh potensi dan kemampuan dalam bentuk pemikiran, pengkajian, dan penelitian untuk memperoleh keputusan hukum suatu kasus yang tidak dijumpai ketetapannya secara jelas dan tegas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu, ada yang menganggapnya sebagai sumber hukum ketiga sesudah Al-Qur’an dan Sunnah.

Bidang garapnya dapat mencakup segala bidang – asalkan hasilnya tidak menyalahi kedua sumber hukum utama (Al-Qur’an dan Sunnah).

Kesepuluh syarat berikut sebenarnya “hanyalah” seperangkat keharusan formal yang bertujuan agar ijtihad tidak seenaknya dilakukan oleh sembarangan orang secara sembrono. Metodenya bebas (qiyas, istihsan, dsb). Asalkan saja, jangan sampai tersandung oleh lima rupa kekeliruan yang acap kali merusak sistem, yaitu; JASTIFIKASI (Pembenaran realitas), INTERPOLASI (memasukkan Nash ke dalam kerangka tertentu), MANIPULASI (melepaskan dalil syar’i dari situasi dan kondisinya), SUBYEKTIFIKASI (mengambil sikap tertentu secara prematur terhadap nash), dan INAKURASI (berpegang pada nash yang tidak valid, tidak tepat atau tidak relevan). Yang terpenting di dalam ijtihad adalah kemampuan intelektual untuk menarik kesimpulan. Ini berlaku pada berbagai tingkat ijtihad baik yang mutlak, relatif, maupun yang menyangkut masalah sehari-hari.

Adapun sepuluh syarat itu adalah :

1. Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an) serta segala yang terkait, teristimewa dalam masalah hukum.

2. Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai hadits, terutama soal hukum dan mengetahui sumber hukum, sejarah, maksud hubungan hadits2 itu dengan hukum-hukum Al-Qur’an.

3. Menguasai masalah-masalah atau tema tema pokok yang hukumnya telah ditunjukkan oleh Ijma’ Sahabat dan ulama Salaf (2 generasi setelah para sahabat Rasulullah SAW).

4. Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimbath (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.

5. Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq (ilmu logika), Bahasa Arab dari segala seginya (Nahwu, Sharaf, Balaghah dsb), dengan cukup sempurna.

6. Punya pengetahuan luas tentang Nasikh-Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus) dalam Al-Qur’an, Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tertib turunnya ayat.

7. Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits, ilmu riwayat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat membedakan berbagai macam hadits.

8. Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum).

9. Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai pemahaman kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni mekanisme, ilmu dan teknologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan ekonomi modern, serta kesadaran akan hubungan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.

10. Harus bersifat adil dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta mengenal manusia dan alam sekitarnya.

Semoga bermanfaat..
Wallahu 'Alamu..

2 komentar: