Ijtihad, merupakan suatu pengerahan total seluruh potensi dan kemampuan
dalam bentuk pemikiran, pengkajian, dan penelitian untuk memperoleh
keputusan hukum suatu kasus yang tidak dijumpai ketetapannya secara
jelas dan tegas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu, ada yang
menganggapnya sebagai sumber hukum ketiga sesudah Al-Qur’an dan Sunnah.
Bidang garapnya dapat mencakup segala bidang – asalkan hasilnya tidak
menyalahi kedua sumber hukum utama (Al-Qur’an dan Sunnah).
Kesepuluh syarat berikut sebenarnya “hanyalah” seperangkat keharusan
formal yang bertujuan agar ijtihad tidak seenaknya dilakukan oleh
sembarangan orang secara sembrono. Metodenya bebas (qiyas, istihsan,
dsb). Asalkan saja, jangan sampai tersandung oleh lima rupa kekeliruan
yang acap kali merusak sistem, yaitu; JASTIFIKASI (Pembenaran realitas),
INTERPOLASI (memasukkan Nash ke dalam kerangka tertentu), MANIPULASI
(melepaskan dalil syar’i dari situasi dan kondisinya), SUBYEKTIFIKASI
(mengambil sikap tertentu secara prematur terhadap nash), dan INAKURASI
(berpegang pada nash yang tidak valid, tidak tepat atau tidak relevan).
Yang terpenting di dalam ijtihad adalah kemampuan intelektual untuk
menarik kesimpulan. Ini berlaku pada berbagai tingkat ijtihad baik yang
mutlak, relatif, maupun yang menyangkut masalah sehari-hari.
Adapun sepuluh syarat itu adalah :
1. Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu
Al-Qur’an) serta segala yang terkait, teristimewa dalam masalah hukum.
2. Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai hadits, terutama soal hukum
dan mengetahui sumber hukum, sejarah, maksud hubungan hadits2 itu dengan
hukum-hukum Al-Qur’an.
3. Menguasai masalah-masalah atau tema
tema pokok yang hukumnya telah ditunjukkan oleh Ijma’ Sahabat dan ulama
Salaf (2 generasi setelah para sahabat Rasulullah SAW).
4. Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimbath (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.
5. Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq
(ilmu logika), Bahasa Arab dari segala seginya (Nahwu, Sharaf, Balaghah
dsb), dengan cukup sempurna.
6. Punya pengetahuan luas tentang
Nasikh-Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus) dalam Al-Qur’an,
Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tertib turunnya ayat.
7. Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits,
ilmu riwayat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat
membedakan berbagai macam hadits.
8. Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum).
9. Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai
pemahaman kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni
mekanisme, ilmu dan teknologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan
ekonomi modern, serta kesadaran akan hubungan dan pengaruh mereka
terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.
10. Harus bersifat adil dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta mengenal manusia dan alam sekitarnya.
izin copas gan
BalasHapusohh.. jadi ijtihad itu seperti hakim ya..?
BalasHapus